"Tahun ini juga kami akan `launching," kata Menteri Riset dan Teknologi Gusti Muhammad Hatta di sela Konferensi "Infrastruktur Informasi Sains dan Teknologi: Digitalisasi, Open Access, dan Interopabilitas" di Goethe Haus Jakarta.
Dengan e-journal, ujarnya, pemaparan hasil riset mudah diakses siapapun, kapan saja dan di mana saja, lebih cepat dan efisien, selain itu harus menggunakan sitem yang "interopability" yang memungkinkan dapat dijalankan di semua sistem informasi berbagai institusi.
Institusi yang akan "link" dengan e-journal ini yakni lembaga-lembaga pemerintah non-kementerian di bawah Kemristek, badan-badan litbang daerah hingga universitas, dengan lebih dulu akan menjalin kerja sama dengan Universitas Sebelas Maret, Jateng.
"Untuk membuat e-journal ini kami bekerja sama dengan LIPI dengan mengadopsi dan memodifikasi Open Journal System (OJS) Software yang telah diterjemahkan ke bahasa Indonesia. Pada 2011 Kemristek juga telah mendigitalisasi 1.860 makalah ilmiah bersama LIPI," katanya.
Ia berharap, dengan memasukkan semua hasil riset di berbagai institusi riset nasional dan daerah ke dalam bentuk digital, maka penelitian yang dilakukan para ilmuwan tidak akan lagi mengulang-ulang, tumpang-tindih serta akan lebih memiliki sasaran yang lebih jelas.
Menristek juga mengatakan, Kemristek telah bekerja sama dengan LIPI meluncurkan perangkat lunak Library Archive, Analysis System (Laras) atau disebut Pustaka Karya Ilmiah Indonesia yang berisi berbagai literatur ilmiah.
Menteri mengatakan, pihaknya bekerja sama dengan Jerman untuk menerapkan e-journal ini karena negara tersebut dan Eropa pada umumnya sudah berpengalaman mengembangkan infrastruktur informasi yang khusus untuk iptek.
Sementara itu Prof Dr Ilham Habibie menyatakan pentingnya Indonesia membangun infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi yang dinilainya masih lemah, karena di masa depan seluruh aktivitas akan bersifat digital.
Dalam kesempatan itu, Gusti juga mengeluhkan kecilnya anggaran riset di Indonesia yang hanya sebesar 0,08 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) sementara Komite Inovasi Nasional menyarankan anggaran riset sedikitnya satu persen dari PDB.
"Saya berencana mengajukan tambahan anggaran bagi keperluan iptek dan riset ini. Waktu saya di Kementerian Lingkungan Hidup (Menteri LH -red) saya berhasil menaikkan anggarannya menjadi dua kali lipatnya," katanya. (ANTARA)
saya mahasiswa dari Universitas Islam Indonesia
BalasHapusArtikel yang bagus, thanks infonya :)